Selamat Datang Di Blog Saya

Sabtu, 05 Februari 2011

Kepribadian (Suatu Kajian Antropologi)


Manusia sebagai makhluk sosial tidak bisa hidup menyendiri seorang diri, sehingga manusia sebagai individu cenderung akan ditekan dan menekan individu dirinya untuk selalu sesuai dengan kondisi dan diri orang lain. Oleh sebab itu, maka dalam dalam kehidupannya manusia cenderung mengembangkan kehidupannya berdasarkan hasil pengetahuan dan pengalamannya secara bersama dalam kelompok-kelompok sosialnya. Artinya manusia tidak bisa hidup sendiri dan cenderung akan selalu melakukan sharing (berbagi bersama) dengan manusia yang lain. Proses sharing ini lalu diserap sebagai pengetahuan individual lewat proses belajar yang dilakukannya. Apabila hasil dari proses sharing ini terus menerus disosilisasikan dan dimantapklan akhirnya relatif membentuk pemahaman yang sama tentang sesuatu, relatif memiliki kesamaan pola pengetahuan, bahkan dalam banyak hal relatif memiliki artefak atau material yang sama.
Kesamaan antara individu satu dengan individu lainnya inilah yang kemudian dipolakan dalam kelompok sosialnya, sehingga akhirnya menjadi sebuah acuan dalam bertindak dan berkehidupan masing-masing manusia anggota kelompok tersebut. Dalam banyak literatur, sesuatu yang terpola atau sesuatu yang telah menjadi kebiasaan ini kemudian disebut dengan istilah budaya atau kebudayaan. Ini artinya sesuatu yang disebut dengan budaya apabila hal-hal yang dimiliki manusia tersebut sifatnya :
 sudah menjadi milik bersama dengan orang lain yang ada di kelompoknya. Masalahnya, konsep bersama dalam hal ini kecenderungannya akan dilihat secara berbeda oleh masing-masing ahli.
 Sesuatu itu didapat lewat proses belajar dan tidak didapat secara biologis atau genitas. Artinya, budaya sifatnya harus dipelajari dan tidak bisa diturunkan begitu saja dari generasi sebelumnya. Akal manusia akan selalu memproses pengetahuan yang diperoleh dari proses belajar ini, sehingga budaya cenderung akan mengalami modifikasi dan perubahan, baik sifatnya lambat (evolusi) maupun cepat (revolusi).

Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan, terpola dan jadi milik bersama inilah yang kemudian disebut dengan BUDAYA atau KEBUDAYAAN (culture). Jadi secara umum kebudayaan adalah segala sesuatu yang dijadikan milik bersama yang sifatnya sudah terpola atau menjadi kebiasaan bersama. Disini KEBUDAYAAN memiliki sifat-sifat antara lain :
 Pemilik kebudayaan tidak terbatas pada jumlah atau kuantitas manusianya, kebudayaan tidak dibatasi wilayah administratif, dan terkadang tidak dibatasi waktu.
 Ujud kebudayaan bisa sifatnya material (benda-benda) yang dibuat dan dimiliki manusia, bisa berbentuk perilaku dengan segala aktifitasnya, dan juga bisa berbentuk pengetahuan (kognitif) manusianya.
 Sifat kebudayaan bisa sifatnya dinamis (aktif) atau selalu berubah sesuai dengan perkembangan masyarakatnya, karena budaya adalah alat bagi manusia untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi lingkungan yang dihadapi, sehingga budaya akan bersifat aktif. Budaya bisa juga bersifat statis (pasif), atau cenderung lambat berubah, karena budaya adalah alat pemelihara dan pelestari kehidupan manusia dalam membentengi terjadinya perubahan kondisi lingkungan yang mereka hadapi, sehingga manusia pemiliknya berusaha untuk tidak terbawa arus perubahan.
 Kebudayaan cenderung dijadikan PEDOMAN bagi manusianya untuk berperilaku dan berinteraksi. Untuk itu kebudayaan sendiri sebenarnya mengandung nilai-nilai, norma-norma, cognitive system, dan simbol-simbol bersama.

Seiring dengan perkembangan ilmu itu sendiri, maka dalam Antropologi konsepsi tentang budaya juga mengalami perkembangan. A.L.Kroeber dan C.Kluckhohn bahkan mensinyalir sudah lebih 160 konsep tentang kebudayaan yang dikembangkan para ahli.

Defenisi Kepribadian

Mempelajari manusia adalah hal yang sangat menarik karena itu mempelajari diri kita sendiri. Kalau ahli biologi, anatomi, fisiologi, patologi dan para dokter mempelajari secara intensif organisma manusia hingga detail yang sekecil-kecilnya, mereka belum banyak mengetahui tentang pola-pola kelakuan manusia. Pola-pola kelakuan yang berlaku untuk seluruh jenis Homo Sapiens hampir tidak ada, bahkan untuk semua individu manusia yang termasuk satu ras pun, tidak ada syatu sistem pola kelakuan yang seragam. Ini disebabkan karena kelakuan manusia Homo Sapiens tidak hanya timbul dari dan ditentukan oleh sistem organik biologinya saja, melainkan sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh akal dan jiwanya, sdemikian rupa sehingga variasi pola kelakuan antara seorang individu Homo Sapiens dengan individu Homo Sapiens lainnya, dapat sangat besar. Malahan, pola kelakuan tiap manusia secara individual sebenarnya unik dan berbeda dengan manusia lainnya. Karena itu para ahli Antropologi, sosiologi dan psikologi yang mempelajari pola-pola kelakuan manusia ini juga tidak lagi bicar mengenai pola-pola kelakuan atau patterns of behavior dari manusia, melainkan mengenai pola-pola tingkah laku, atau pola-pola tindakan (patterns of action) dari individu manusia. Apabila berbicara mengenai pola kelakuan manusia, maka yang dimaksud adalah kelakuan dalam arti yang sangat khusus, yaitu kelakuan organisma manusia yang ditentukan oleh naluri , dorongan-dorongan, refleks-refleks atau kelakuan manusia yang tidak lagi dipengaruhi dan ditentukan oleh akalnya dan jiwanya, yaitu kelakuan manusia yang membabi buta.

Dalam bahasa populer istilah kepribadian juga berarti ciri-ciri watak seorang individu yang konsisten yang memberikan kepadanya suatu identitas sebagai individu yang khusus. Kalau dalam bahasa sehari-hari kita anggap bahwa seorang tertentu mempunyai kepribadian, memang biasanya kita maksudkan ialah bahwa orang tersebut mempunyai ciri watak yang diperlihatkan secara lahir, konsisten dan konsekuen dalam tingkah lakunya sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbeda dari individu-individu lainnya.


Unsur-unsur Kepribadian

Pengetahuan

Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa seorang manusia yang sadar, secara nyata terkandung dalam otaknya. Dalam lingkungan individu itu ada bermacam-macam hal dialaminya melalui penerimaan pancainderanya serta alat penerima atau reseptor organismanya yang lain sebagai getaran eter (cahaya dan warna), getaran akustik (suara), bau, rasa, sentuhan, tekanan mekanikal (berat ringan). Seluruh proses akal manusia yang sadar (conscious) tadi, dalam ilmu psikologi disebut “persepsi.”

Ada kalanya suatu persepsi, setelah diproyeksikan kembali oleh individu, menjadi suatu penggambaran berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian yang menyebabkan bahwa individu itu, karena tertarik akan lebih intensif memusatkan akalnya terhadap bagian-bagian khusus tadi. Penggambaran yang lebih intensif tadi dalam ilmu psikologi disebut “pengamatan.”

Dalam usaha pengamatan oleh seorang individu, maka penggambaran tentang lingkungannya tadi ada yang ditambah-tambah dan dibesar-besarkan, ada yang dikurangi serta dikecil-kecilkan pada bagian-bagian tertentu: ada pula yang digabungkan dengan penggambaran-penggambaran lain, menjadi penggambaran yang baru, yang sebenarnya tidak akan pernah ada dalam kenyataan. Penggambaran baru seringkali juga tidak realistik yang dalam ilmu psikologi disebut “Fantasi”.

Kemampuan akal manusia untuk membentuk konsep, serta kemampuan untuk berfantasi sudah tentu sangat penting bagi mahkluk manusia. Ini disebabkan karena tanpa kemampuan akal untuk membentuk konsep dan penggambaran fantasi, terutama konsep dan fantasi yang mempunyai nilai guna dan keindahan, artinya kemampuan akal yang kreatif, maka manusia tidak akan dapat mengembangkan ilmu pengetahuan, dan manusia tidak akan dapat mengkreasikan karya-karya keseniannya.


Seorang individu dapat juga menggabung dan membandingkan bagian-bagian dari suatu penggambaran lain yang sejenis, berdasarkan azas-azas tertentu secara konsisten. Dengan membentuk suatu pengambaran lain yang sejenis, berdasarkan azaz-azaz tertentu secara konsisten. Dengan demikian manusia dapat membuat suatu penggambaran tentang tempat-tempat tertentu di muka bumi ini, bahkan juga di luar bumi ini, padahal ia belum pernah berpengalaman melihat, atau mempersepsikan tempat-tempat tadi. Penggambaran absktrak tadi dalam ilmu-ilmu sosial disebut “konsep.”

Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi tadi merupakan unsur-unsur “pengetahuan” seorang individu yang sadar. Sebaliknya, banyak pengetahuan atau bagian-bagian dari seluruh selama hidupnya itu, seringkali hilang dari alam akal yang sadar atau dalam “kesadaran”, karena berbagai macam sebab yang banyak dipelajari ilmu psikologi, yang disebut alam “bawah sadar” (sub-conscious).

Dalam alam “bawah sadar” tadi banyak pengetahuan individu larut dan terpecah-pecah menjadi bagian-bagian yang seringkali tercampur satu sama lain dengan tidak teratur. Proses itu terjadi karena tidak ada lagi akal sadar dari individu bersangkutan, yang menyusun dan menatanya dengan rapi walaupun terdesak ke alam bawah sadar, namun kadang-kadang bagian-bagian pengetahuan tadi mungkin mungkin muncul lagi di alam kesadaran dari jiwa individu tersebut.

Pengetahuan seorang individu dapat juga terdesak atau dengan sengaja didesak oleh individu itu, karena berbagai alasan yang telah banyak dipelajari oleh ilmu psikologi, ke dalam bagian jiwa manusia di sebut alam “tak sadar” (unconscious). Di sini pengetahuan individu larut dan terpecah-pecah kedalam bagian-bagian yang saling terbaur dan tercampur. Bagian-bagian dari pembauran dan campuran penetahuan seperti itu tadi kadang-kadang dapat muncul kembali. Di dalam ilmu psokologi lebih dalam dipelajari disebut ilmu psiko-analisa, yang dikembangkan seorang psikolog Jerman, yaitu Sigmund Freud.

Ada konsep baru yaitu “perasaan” yang disamping segala macam pengetahuan, rupa-rupanya juga mengisi penuh alam kesadaran manusia pada tiap saat dalam hidupnya. Perasaan adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang karena pengaruh pengetahuannya dinilainya sebagai keadaan positif atau negatif. Suatu perasaan yang selalu bersifat subyektif karena adanya unsur penilaian, biasanya menimbulkan suatu “kehendak” dalam kesadaran seorang individu. Kehendak itu bisa juga positif dalam artian individu tersebut ingin mendapatkan hal yang dirasakannya sebagai suatu hal yang akan memberikan kenikmatan kepadanya, atau bisa juga negatif, artinya ia hendak menghindari hal yang dirasakannya sebagai hal yang membawa perasaan tidak nikmat kepadanya.

Suatu keinginan dapat juga menjadi lebih besar lagi sehingga menjadi sangat besar. Seorang yang penasaran karena tidak memperoleh sesuatu, yang sudah terlanjur diinginkannya, bisa bernafsu untuk memperolehnya, kalau perlu dengan cara apa saja. Dalam perasaan terhadap sesuatu yang diinginkandengan sangat itu juga akan bertambah sedemikian rupa, sehingga seolah-olah merasa hawa panas, keringatnya keluar lebih banyak dan hatinya berdebar. Suatu perasaan keras itu biasanya di sebut “emosi.”


Dorongan Naluri

Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga mengandung berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena pengaruh pengetahuannya, melainkan karena sudah terkandung dalam organismanya, dan khususnya dalam gennya sebagai naluri. Kemauan yang sudah merupakan naluri tiap makhluk manusia itu, oleh beberapa ahli psikologi disebut “dorongan” (drive).

Mengenai soal dan macam serta jumlah dorongan naluri yang terkandung dalam naluri manusia itu, ada berbagai perbedaan paham antara para ahli psikologi; namun semua seia sekata bahwa paling sedikit tujuh macam dorongan naluri, yaitu:
1. Dorongan untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan kekuatan biologi yang juga ada pada semua makhluk di dunia ini dan yang menyebabkan adanya semua jenis makhluk mampu mempertahankan hidupnya di muka bumi ini.
2. Dorongan sex. Dorongan ini malahan telah menarik perhatian banyak ahli psikologi, dan berbagai teori telah dikembangkan soal ini.
3. Dorongan untuk usaha mencari makan. Dorongan ini tidak perlu dipelajari, dalam sejak bayipun manusia sudah menunjukkan dorongan untuk mencari makan yaitu dengan mencari susu ibunya atau botol susunya..
4. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia. Dorongan ini memang merupakan landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai makhluk kolektif.
5. Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya. Dorongan ini merupakan sumber dari adanya beraneka warna kebudayaan di antara makhluk manusia karena adanya dorongan ini manusia mengembangkan adat yang memaksanya berbuat konform dengan manusia sekitarnya.
6. Dorongan untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada dalam naluri manusia, karena manusia merupakan makhluk yang hidup kolektif, sehingga untuk dapat hidup bersama dengan manusia lain secara serasi ia perlu mempunyai suatu landasan biologi untuk mengembangkan rasa altruistik, rasa simpati, rasa cinta dan sebagainya, yang memungkinkannya hidup bersama itu.
7. Dorongan akan keindahan, dalam arti keindahan bentuk, warna, suara, atau gerak.


Aneka Warna Kepribadian

Aneka warna materi yag menjadi isi dalam sasaran dari pengetahuan, perasaan, kehendak, serta keinginan keperibadian serta perbedaan kualitas hubungan antara berbagai unsur keperibadian dalam kesadaran individu, menyebabkan adanya beraneka macam struktur kepribadian pada setiap manusia yang hidup di muka bumi dan menyebabkan bahwa kepribadian tiap individu itu unik berbeda dengan kepribadian individu yang lain.

Adanya kesadaran yang dinyatakan (expressed conscious). Lingkaran ini dalam alam jiwa manusia mengandung pikiran-pikiran, gagasan-gagasan, dan perasaan yang dapat dinyataka secra terbuka oleh individu kepada sesamanya, yang dengan mudah dapat diterima dan dijawab pula oleh sesamanya. Simpati, kemarahan, kebencian, rasa puas, rasa senang, kegembiraan sehari-hari, pengetahuan yang dipahami juga oleh umum, adat istiadat sehari-hari, peraturan-peraturan sopan santun dan sebagainya.

Menurut Francis Hsu, makhluk manusia masih memerlukan suatu daerah ini jiwa tambahan untuk memuaskan suatu kebutuhan rohaniah yang bersifat fundamental dalam hidupnya. Hubungan yang berdasarkan cinta dan kemesraan dan juga rasa untuyk bisa berbakti secara penuh dan mutlak, merupakan suatu kebutuhan yang fundamental dalam hidup manusia. Tanpa adanya tokoh-tokoh atau benda-benda kesayangan, tanpa Tuhan, tanpa ide-ide atau ideologi yang dapat jadi sasaran dari rasa bakti yang mutlak yang menempati alam jiwa manusia. Manusia yang tidak mempunyai semuanya itu akan kehilangan mutu hidup, kehilangan arti untuk hidup, dan kehilangan landasan dari rasa keamanan murni dalam hidupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar