Ada beberapa kutipan yang saya ambil disini yang saya jadikan sebagai penyemangat, pengingat atau apalah namanya, karena kita sebagai Manusia, Hamba yang selalu banyak kesalahan dan kekurangan. Cekidot ;)
“Tentang penilaian orang lain, tentang
cemas diketahui orang lain siapa kau sebenarnya. Maka ketahuilah, saat kita
tertawa, hanya kitalah yang tahu persis apakah tawa itu bahagia atau tidak.
Boleh jadi, kita sedang tertawa dalam seluruh kesedihan. Orang lain hanya
melihat wajah. Saat kita menangis pun sama, hanya kita yang tahu persis
apakah tangisan itu sedih atau tidak. Boleh jadi, kita sedang menangis dalam
seluruh kebahagiaan. Orang lain hanya melihat luar. Maka, tidak relevan
penilaian orang lain.”
“Kita tidak
perlu menjelaskan panjang lebar. Itu kehidupan kita. Tidak perlu siapa pun
mengakuinya untuk dibilang hebat. Kitalah yang tahu persis setiap perjalanan
hidup yang kita lakukan. Karena sebenarnya yang tahu persis apakah kita bahagia
atau tidak, tulus atau tidak, hanya diri kita sendiri. Kita tidak perlu
menggapai seluruh catatan hebat menurut versi manusia sedunia. Kita hanya perlu
merengkuh rasa damai dalam hati kita sendiri.” “Kita tidak perlu membuktikan
pada siapapun bahwa kita itu baik. Buat apa? Sama sekali tidak perlu. Jangan
merepotkan diri sendiri dengan penilaian orang lain. Karena toh, kalaupun orang
lain menganggap kita demikian, pada akhirnya tetap kita sendiri yang tahu
persis apakah kita memang sebaik itu.”
Dan
jangan biarkan rasa cemas terhadap penilaian orang lain semakin memperburuk
hari-harimu. Karena manusia memang tempat khilaf dan salah. Tak ada manusia di
dunia ini yang lepas dari dosa dan kesalahan. Bila memang ada orang lain yang
menilai buruk tentangmu, ikhlaskan lah. Jika kata-kata yang ia sampaikan adalah
benar, jadikan itu sebagai pecut untuk merubah diri menjadi lebih baik lagi. Namun
jika kata-kata yang ia sampaikan salah dan tidak sesuai dengan apa yang
sebenarnya kau alami, jadikan itu sebagai ladang pahala bagimu dengan bersabar
menghadapi cacian dan hinaan darinya, sambil mendoakan semoga Allah membukakan
pintu hatinya untuk menyadari kesalahannya.
Kita
sebenarnya sedang membenci diri sendiri saat membenci orang lain. Ketika ada
orang jahat, membuat kerusakan di muka bumi, misalnya, apakah Allah langsung
mengirimkan petir untuk menyambar orang itu? Nyatanya tidak. Bahkan dalam
beberapa kasus, orang-orang itu diberikan begitu banyak kemudahan, jalan
hidupnya terbuka lebar. Kenapa Allah tidak langsung menghukumnya? Kenapa Allah
menangguhkannya? Itu hak mutlak Allah. Karena keadilan Allah selalu mengambil
bentuk terbaiknya, yang kita selalu tak paham.”
“Apakah
kita berhak membenci orang lain? Sedangkan Allah sendiri tidak mengirimkan
petir? Kenapa kita harus benci? Kenapa? Padahal kita bisa saja mengatur hati
kita, bilang saya tidak akan membencinya. Toh itu hati kita sendiri. Kita
berkuasa penuh mengatur-aturnya. Kenapa kita tetap memutuskan membenci? Karena
boleh jadi, saat kita membenci orang lain, kita sebenarnya membenci diri
sendiri.” “Saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah
orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya,
bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian di
dalam hati.” Membenci dan memaafkan. Dua kata yang sangat bertolak belakang.
Namun tepat seperti yang Gurutta katakan, hati kita punya kemampuan untuk
memilih antara keduanya, apakah kita akan membenci ataukah memaafkan seseorang.
Bukankan setiap kita mengingkan kebahagiaan? Menginginkan kedamaian dalam
hidup? Lantas, bisakah kebahagiaan dan kedamaian itu kita dapatkan dari
membenci orang lain? Justru sebaliknya.
Saat kita
memutuskan untuk membenci seseorang, maka sepanjang hidup kita akan terus
menerus bergelut dengan rasa benci itu. Kita tak mau dekat-dekat orang yang
dibenci, tak mau berurusan dengannya, tak mau bicara dengannya, apalagi melihat
batang hidungnya, tak sudi orang-orang terdekat kita berurusan dengannya, tak
mau pekerjaan kita diambil alih oleh dirinya, tak mau satu tempat kerja
dengannya, tak mau mendengar namanya. Ah, benar-benar menyesakkan. Namun jika
kita memilih untuk memaafkan, kita akan selalu tersenyum, sabar dan ikhlas
menerima apapun kelakuan buruk yang dilakukan orang lain, dan justru mendoakan
orang itu agar dimaafkan dan dibukakan pintu hatinya untuk mengetahui
kesalahannya. Kita tak perlu jauh-jauh mencari contoh,
Rasulullah
SAW. Sendiri telah memberikan kita suri tauladan yang baik dalam hal bersabar
dan memaafkan orang lain. Meskipun dicaci, dihina, difitnah, dilempari batu
hingga kakinya lengket dengan sandalnya yang dilumuri darah, pernahkah Beliau
membenci orang-orang yang mendzolimi dan berbuat buruk padanya? Pernahkah
beliau mendendam? Pernahkah beliau menghujat balik atau memperlakukan orang itu
dengan buruk juga? Tidak pernah sekali pun. Beliau malah berkata, “Ya Allah,
maafkan ummatku, mereka melakukan ini karena mereka tidak tahu bahwa mereka
salah.” Sungguh tidak ada contoh manusia di dunia ini yang memiliki sifat mulia
melebihi kemuliaan beliau. Seorang Rasul, yang sama-sama manusia seperti kita
pun bisa memilih untuk tidak membenci. Bahkan Allah pun tidak
segera mengazab orang yang kita benci. Lantas mengapa kita harus repot-repot,
susah-susah, dan menyiksa diri dengan memilih membenci orang lain? Sulit
memang untuk dijalani, sulit sekali. Tapi tak ada salahnya mencoba. Semoga
Allah memberikan kedamaikan di hati kita.
Allah
memberikan apa yang kita butuhkan, bukan apa yang kita inginkan. Segala sesuatu
yang kita anggap buruk, boleh jadi baik untuk kita. Sebaliknya, segala sesuatu
yang kita anggap baik, boleh jadi amat buruk bagi kita. Mulailah menerima
dengan lapang hati. Karena kita mau menerima atau menolaknya, dia tetap
terjadi. Takdir tidak pernah bertanya apa perasaan kita, apakah kita bahagia,
apakah kita tidak suka. Takdir bahkan basa basi menyapa pun tidak. Tidak
peduli, Nah. Kabar baiknya, karena kita tidak bisa mengendalikannya,
bukan berarti kita jadi makhluk tidak berdaya. Kita tetap bisa mengendalikan
diri sendiri bagaimana menyikapinya. Apakah bersedia menerimanya, atau
mendustakannya.”
“Biarkanlah
waktu mengobati seluruh kesedihan. Ketika kita tidak tahu mau melakukan apa
lagi, ketika kita merasa semua sudah hilang, musnah, habis sudah, maka itulah
saatnya untuk membiarkan waktu menjadi obat terbaik. Hari demi hari akan
menghapus selembar demi selembar kesedihan. Minggu demi minggu akan melepas
sepapan demi sepapan kegelisahan, bulan, tahun, maka rontok sudahlah bangunan
kesedihan di dalam hati. Biarkanlah waktu mengobatinya, maka
semoga kita mulai lapang hati menerimanya. Sambil terus mengisi hari-hari
dengan baik dan positif.”
“Dalam Al
Qur’an, ditulis dengan sangat indah, minta tolonglah kepada sabar dan shalat. Bagaimana
mungkin sabar bisa menolong? Tentu saja bisa. Dalam situasi tertentu, sabar
bahkan adalah penolong paling dahsyat. Tiada terkira. Dan shalat,
itu juga penolong terbaik tiada tara.”
Lagi-lagi
kita dihadapkan pada sesuatu yang sebenarnya bisa kita pilih. Sedih, siapa yang
tak pernah merasa sedih. Sedih karena cinta, itu juga pasti pernah dirasakan
semua orang. Namun kenapa kesedihan itu ada yang bisa bertahan lama,
bertahun-tahun pada sebagian orang dan bisa berlalu, lenyap setelah beberapa
hari bagi sebagian yang lain. Karena hati mereka telah memilih. Ada yang
memilih untuk terus menerus hidup dalam kungkungan kesedihannya, ada pula yang
memilih untuk ‘move on’ dan menjalani hidup dengan lebih lapang dada dengan
mengikhlaskan kesedihan itu pergi dibawa oleh waktu
Permisi admin
BalasHapusnumpang promo yah bos
Berjudi di dewalotto menang terus dengan jackpot jutaan rupiah setiap hari
bagi yang bingung main judi kalah terus yuk di coba d sini :
www.dewalotto.club
sillahkan di coba Keberuntungan nya bos dalam bermain di dewalotto.club
Dengan min DP 20rb & WD 20rb bos bisa memenangkan permainan Chip Rupiah Asli loh !
Untuk Info selengkapnya Hubungi kami di :
WHATSAPP : ( +855 69312579 ) 24 JAM ONLINE
JOIN NOW !!!
BalasHapusDan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
BURUAN DAFTAR!
dewa-lotto.me